Gerakan Nasional Indonesia Gemilang

ANDROID, MATA-TELINGA SEHAT, PILPRES dan RAMADLAN

ANDROID, MATA-TELINGA SEHAT, PILPRES dan RAMADLAN

Oleh Agus Wahid

Sekitar 353 juta orang. Itulah catatan google tentang kepemilikan dan atau yang menggunakan HP android di Tanah Air ini. Implikasinya, arus informasi yang tertayang dalam bentuk tulisan, visual dan audio cepat tersirkulasi secara cepat dan ekstensif ke seluruh Tanah Air ini secara otomatis. Dan jika mata-telinganya sehat, tidaklah mungkin tak melihat atau tak mendengar informasi yang tersirkulasi itu. Lalu, apakah seluruh elemen bangsa ini bermata dan bertelinga sehat?

Hanya sebagian. Sangat boleh jadi, tak kurang dari 60-an juta orang dari penduduk Indonesia ini buta dan tuli karena “congean” atau memang tuna rungu. Boleh jadi, secara medik, mereka sehat mata dan telinganya. Namun, sesungguhnya tak mampu melihat atau mendengar. Wow, seserius itukah tingkat penyakit mata dan telinganya? Itulah realitas faktanya yang bisa dibuktikan secara metodologis. Setidaknya, bisa dipandang secara kasat mata.

Fakta itu sulit dibantah. Hal ini bisa gunakan alat bantu deteksi: proses pemilihan presiden (pilpres). Jauh sebelum dan setelah pilpres, kita jumpai berseliweran informasi visual, tulisan bahkan suara yang menunjukkan praktik pencurangan dan manipulasi. Ada perbuatan yang didesain secara sistemik. Ada pula manual.

Informasi kecurangan yang terang-benderang–di mata kisaran 60-an juta–selalu dibantah. Argumentasinya, “sudah biasa, yang kalah selalu menuding curang. Atau, yang kalah memang tidak siap kalah”. Terlihat rasional. Tapi, argumentasi sosio-psikologis tak mau melihat realitas obyektif, padahal realitas terinformasikan secara massif dan sangat ekstensif. Kita perlu mempertanyakan, apakah HP android melakukan kebohongan publik? Atau, setiap industri HP android sudah mendesain kebohongan sistematis-otomatis? Jika berpandangan demikian, mengapa–untuk keperluan nonpolitik–begitu mempercayainya?

Ada inkonsistensi dalam memandang dan meyakini HP android itu. Memang, tak sedikit hasil tayangan di HP android telah mengalami editing dan di- set up sebagai informasi hoax. Namun demikian, apakah setiap pemilik HP android mampu mengedit sesuai tujuan pemilik HP itu? No. Jutaan pemilik HP banyak yang gagap teknologi (gaptek). Memilikinya hanyalah sebatas menggunakannya. Dan satu pertanyaan mendasar juga, mungkinkah tayangan jutaan data kecurangan secara serempak bisa teredit dalam waktu relatif bersamaan? Mustahil.

Jawaban ketidakmungkinan atau mustahil menggambarkan satu kesimpulan: sekitar 60-an juta yang menolak adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif jelas-jelas manusia buta, meski bersifat temporal. Sebuah temporalitas kebutaan yang–bisa jadi–akan permanen, sebagai akibat tetap tak mau melihat sikap yang demikian ekstensif dari berbagai elemen bangsa yang terus menyuarakan praktik kejahatan politik pilpres. Jutaan orang yang setia pada sendi moralitas yang terkumandangkan dari berbagai kampus atau lembaga, termasuk masyarakat yang turun ke jalan, semua itu tak pernah dilihat sebagai protes keprihatinan. Benar-benar mata yang sudah terpateri timbel tebal segede gunung.

Jika mata sudah tak mampu melihat, bagaimana dengan telinganya? Ternyata sama: telinganya juga sakit. Sekitar 60-an juta orang, setidaknya gerombolan pendukung kecurangan dan manipulasi itu pun tak pernah mau mendengarkan serangkaian informasi kebenaran obyektif. Jutaan orang yang tak pernah henti suarakan informasi kebenaran faktual, moral dan etika, semua itu dipandang sebagai berita sayup-sayup. Tidak hanya diragukan, tapi ditolak dengan sejumlah argumentasi ngeyelnya. Terkesan benar. Padahal secerdas apapun sebuah argumentasi yang dibangun dari fondasi kepalsuan, pasti mudah dibantah. Data faktual yang dikonfrontir akan membuatnya terpental, lalu terdiam. Anehnya, tetap angkuh dengan kepalsuannya. Tak malu.

Perguliran pilpres yang mengarungi Ramadlan harusnya menjadi pintu masuk untuk membangun kesadaran. Ramadlan dijadikan muhasabah. Kita tahu, dalam pengadilan akhirat, mulut akan dikunci. Mata, telinga, indra-indra lainnya akan bicara obyektif apa yang telah dilakukan umat manusia saat di dunia (Q.S. Yaasin: 65). Ayat ini sesungguhnya merupakan proses pertanggungjawaban umat manusia atas perbuatannya. Tidak hanya urusan ibadah maghdlah, tapi juga urusan muamalah, termasuk urusan politik.

Ayat tersebut dapat menjadi peringatan keras, “Wahai para aktor penyelenggara pilpres, pembela kebohongan atau kepalsuan dan seluruh elemen pendukung kecurangan dan manipulasi. Mata dan terlinga kalian akan berbicara dan mengakui ketidakmauan melihat perbuatan yang jelas-jelas curang dan jahat itu. Telinganya juga mengakui ketidakmauan mendengarkan suara yang menginformasikan masalah kejahatan itu.

Perlu kita catat, pengakuan obyektif di hadapan Alloh menjadi jalan dirinya harus menerima hukuman yang pedih. Sejalan dengan kebohongannya merugikan jutaan manusia pencari kebenaran, maka hukuman itu sulit dibayangkan tingkat kepedihannya. Itulah hukuman yang pantas untuk penyelenggara negara dan pilpres yang tidak amanah. Juga, bagi para pembela politik, hukum dan seluruh pendukung yang menghancurkan nilai kebenaran dan kejujuran.

Akhirnya kita perlu mencatat. Di tengah Ramadlan yang mulia, bulan yang penuh ampunan, segeralah bertaubat. Agar mata dan telinga kelak bersaksi dalam koridor yang diridlai Allah. Taubatnya bukan hanya permohonan ampun kepada Alloh sebagai urusan privat, tapi yang krusial adalah mohon maaf kepada umat manusia yang dihempaskan hak-hak kejujurannya. Caranya, bertindaklah dalam koridor kejujuran. Tak mau lagi mengikuti skenario jahat. Insya Alloh, selamat dunia-akhirat. Negara akan segera kondusif. Akan hadir sosok pemimpin yang mampu membawa keselamatan dan kemaslahatan bersama secara riil. Tak akan dibayang-bayangi kekuatan global yang mencengkeram. Masya Alloh.

Mungkinkah akan terjadi kesadaran konstruktif itu? Memang tak terlihat tanda-tandanya. Tapi, jika Alloh kehendaki, tak ada yang tidak mungkin. Namun, kehendak itu tidaklah muncul tiba-tiba, atau hanya berdoa saja. Harus diperjuangkan. Inilah dimensi penting kesertaan umat manusia agar Alloh pun “tersenyum”, lalu mengabulkan apa yang dikehendaki umat manusia di Tanah Air ini. Insya Alloh.

Bekasi, 18 Maret 2024
Penulis: analis politik

https://indonesiagemilang.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*