Gerakan Nasional Indonesia Gemilang

KRISIS AKUT KEPEMIMPINAN NASIONAL

Adakah harapan baik di Rezim Prabowo dan Kepala Daerah yang akan terpilih Tahun 2024 ini?

Oleh Legisan Samtafsir

Sudah bisa dipastikan bahwa ketertinggalan -dan berbagai persoalan yang berjangkit di- masyarakat dan bangsa kita ini bukan akibat minimnya sumber daya alam, tapi karena lemah dan buruknya kepemimpinan nasional. Ini topik yang sangat penting sekali, tapi sayang ini jarang dibicarakan. Penting karena ini soal lokomotif yang menentukan semuanya. Tapi sayang, jarang dibicarakan, mungkin karena yang akan membicarakannya justru pelaku buruknya kepemimpinan tersebut.

Membaca edisi khusus Tempo, 10 Tahun Jokowi, 29 Juli 2024, kita benar-benar terbelalak, betapa telanjangnya keburukan kepemimpinan rezim Jokowi. Bukan cuma Jokowi saja, tapi juga elit-elit oligarki politik, oligarki ekonomi dan birokrat yang mendukungnya. Itu betul-betul menampar kita semua. Kita rakyat Indonesia ini sial. Sial, karena dapat pemimpin kok yang sialan ‘semua’. Rakyat yang tak berdosa, yang telah memberikan hak suaranya dalam Pemilu, benar-benar tertipu dan sekarang pula terkena batunya, dan terkena semua risiko buruknya. Ngenes dan menyakitkan.

Maka, ke-delapan belas (18) dosa politik rezim Jokowi itu haruslah dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Rakyat harus menutut balik janji dan sumpah yang pernah mereka ucapkan; dan semua keburukan bangsa itu harus ditimpakan kepada mereka yang telah melakukannya. Itu yang adil bagi rakyat. Karena, akibat keburukan mereka tidak sedikit rakyat yang jadi menderita, jadi miskin, jadi cerai rumah tangganya, jadi rusak moralnya, jadi gila dan bahkan mati memegang nyawa.

Pemimpin Buruk, Menghasilkan Kehidupan yang Buruk

Bayangkan betapa rusak dan akan semakin rusaknya kehidupan di Indonesia ini: (1) Praktik dinasti dan Oligarki politik. Bukankah ini yang telah dan akan menyuburkan nepotisme di semua elemen masyarakat? Dan itu artinya menghilangkan meritokrasi dan kesempatan yang adil bagi rakyat untuk tumbuh dan berkembang. Mereka yang tidak punya ordal atau famili yang di atas, akan sulit sekali untuk mendapat kesempatan sukses.

(2) Pelemahan institusi demokrasi (DPR, KPK, MK); bukankah ini yang menyebabkan suburnya korupsi, kolusi dan otoritarianisme, selama 10 tahun terakhir ini ? Kebijakan pemerintah menjadi tanpa check and balance yang berarti. DPR jadi alat stempel; KPK jadi alat kekuasaan untuk mengadili lawan politik, dan MK jadi alat meloloskan dinasti dan Oligarki politik.

Ini pastinya, akan menjadi preseden yang buruk bagi masyarakat, karena hukum yang tunduk di bawah penguasa dan kekuasaan yang semakin otoriter, akan menghasilkan permissivisme dan apatisme masyarakat. Pragmatisme, oportunisme dan transaksionalisme akan subur sebagai preferensi tindakan masyarakat, bahkan tindakan lembaga-lembaga.

(3) Makin melebarnya TNI ke ranah sipil, akan membuka dan mengulang luka lama dwifungsi ABRI di era Orde Baru. Data yang dikemukakan Tempo sudah bisa dijadikan acuan, tentang posisi TNI saat ini yang telah terlalu jauh ke ranah birokrasi sipil. Total mencapai 2500 TNI aktif saat ini menduduki jabatan di birokrasi.

(4) Di tengah hiruk pikuk pembangunan infrastruktur, Kereta Cepat KCIC dan mimpi IKN, di sudut timur Papua ada ratusan masyarakat papua mengungsi tanpa bisa kembali ke kampungnya. (5) Juga runtuhnya sistem dan komersialisasi pendidikan, yang berakibat 72 ribu anak bangsa ini di level SD, SMP, SMA, putus sekolah. (6) Selama 10 tahun, semakin mengentalnya watak patron klien Kepolisian. (7) Adanya politisasi Kejaksaan. (8) Pelemahan KPK. (9) Gagalnya penanganan pelanggaran HAM. (10) Karut marut mengelola APBN. (11) Runtuhnya independensi Bank Indonesia. (12) Ketergantungan pada utang Cina. (13) Pemaksaan IKN. (14) Kerusakan lingkungan. (15) Gagalnya diplomasi luar negeri. (16) Konflik agraria yang semakin meluas. (17) Kriminalisasi atas nama PSN. (18) dan kebebasan sipil yang menyempit.

Laporan Tempo itu seharusnya membuat rezim Jokowi dan semua elit pendukungnya insyaf dan menyadari kesalahannya dalam mengelola bangsa ini. Dan tidak ada kesalahan terbesar di sebuah negara, kecuali salah mengelola negara tersebut. Kata Nabi Muhammad SAW, “Tidak ada pengkhianatan terbesar, kecuali berkhianatnya penguasa kepada rakyatnya” (HR. Muslim, no. 3272).

Apakah semua kesalahan tersebut adalah suatu pengkhianatan? Setidaknya, pelakunya malu dan malu atas gagalnya pembangunan, atas matinya demokrasi, atas kemunduran bernegara, atas menderitanya rakyat, dan atas berbagai persoalan akut yang diakibatkannya. Karena, sungguh rakyat kecillah yang telah terus menerus menderita, tanpa tahu kapan nasib mereka akan berubah, tanpa tahu sampai kapan kebobrokan berlangsung. Padahal tujuan kita membangun negara, tidak lain kecuali untuk memakmurkan rakyat, melindungi dan mencerdaskannya.

Adakah Harapan Baik pada Pemerintahan Baru Prabowo dan 545 Kepala Daerah yang akan terpilih nanti ?

Apa dasar kita berharap? Apa argumentasinya, bahwa di saat itu nanti akan ada masa depan yang lebih cerah, yang gemilang bagi seluruh rakyat? Atau sebaliknya rakyat akan terus dalam penderitaannya? Berharap ya berharap, tapi apakah data dan fakta akan mendukung ke arah itu? Apa yang membuat semua akan optimis untuk itu?

Pertama, jika pragmatisme, oportunisme, materialisme dan cawe-cawe nepotisme oligarki politik dan oligarki ekonomi terus mendominasi pada pilkada 2024 nanti, dan khususnya dalam pemilihan Menteri untuk Kabinet Prabowo, maka kecil kemungkinan rakyat akan mendapatkan pemimpin yang punya kompetensi dan integritas. Hampir-hampir mustahil bangsa ini bisa dibenahi.

Kedua, jika 18 catatan Nawadosa-nya Jokowi versi Tempo diabaikan begitu saja, alias tidak diperbaiki, atau malah dilanjutkan oleh pemerintahan baru, dan dilanjutkan pula oleh pemerintahan daerah baru nanti, yang terjadi adalah krisis yang berkepanjangan dan semakin melebar.

Ketiga, tetapi jika pemerintahan baru prabowo berbalik membela rakyat, melakukan transformasi menyeluruh, dan bahkan mengubah apa-apa yang buruk dari rezim Jokowi, maka harapan baru yang gemilang bagi seluruh rakyat akan kita raih bersama.

Penutup

Itulah harapan kita semua. Para elit yang mendukung buruknya kepemimpinan Jokowi versi Tempo itu, seharusnya mengubah semua kebijakannya. Dan jika pemerintahan baru Prabowo mengubah apa yang buruk dari rezim Jokowi tersebut, dan mengundang partisipasi seluruh rakyat di negeri ini untuk ikut memperbaiki semuanya, memakmurkan seluruh rakyat, melindungi dan mencerdaskannya, serta ikut menjaga ketertiban dunia, maka Indonesia Emas 2045 benar-benar akan memiliki pijakan yang pasti, untuk kita bisa raih bersama. Fa’tabiru ya ulil albab.

https://indonesiagemilang.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*