Gerakan Nasional Indonesia Gemilang

HIJRAH: MOMENTUM INDONESIA BANGKIT MENJADI NEGARA MAJU (Bagian 2)

BAGIAN 2, Oleh Legisan Samtafsir

Pengamalan ritual keagamaan janganlah dipisahkan dengan problematika kehidupan sehari-hari, baik di tingkat individu, keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara. Tidak ada dikotomi, bahwa ibadah hanya untuk mendapatkan pahala, sedangkan problematika hidup adalah urusan dunia.

Agama justru menarik dan mengintegrasikan semua problematika hidup ke dalam pusaran energi spiritual Ketuhanan, atau disebut dengan tauhid, suatu pandangan yang holistik bahwa seluruh kehidupan semesta disatukan dalam kesadaran Ketuhanan. Oleh karena itu, semua ritual keagamaan dimaksudkan sebagai solusi bagi segala problematika hidup di semesta.

Inilah mengapa momentum 1 Muharram adalah energi bagi ikhtiar kita membangun bangsa dan peradaban. Dalam situasi bangsa kita yang defisit integritas moral saat ini, perayaan keagamaan sejatinya menjadi benteng pertahanan, bukan malah menjadi ajang candaan. Memberi khutbah tentang sifat kebinatangan, tetapi malah khatibnya sendiri nyata-nyata melanggar. Betapa sangat-sangat memalukan.

Ketiga, spirit hijrah di era saat ini, sebagai sebuah bangsa, sejatinya memaksa kita untuk pindah ke arus utama pemikiran nasional; yaitu penguatan kembali rasa, jiwa dan komitmen kebangsaan kita. Indonesia saat ini sungguh telah menjadi sebuah nama yang menipis rasa kebangsaannya. Solidaritas sebagai sesama anak bangsa, telah semakin kurus digerus oleh materialisme individu. Pragmatisme membuat anak bangsa lebih mendahulukan kepentingan pribadi daripada kesetiakawanan kebangsaan. Slogan sesat ‘tidak ada teman abadi, yang ada kepentingan abadi’, benar-benar telah terjadi.

Untuk itu, spirit hijrah yang kita dapatkan dari hijrahnya Nabi Muhammad SAW adalah penguatan solidaritas syu’ubiyyah (nasionalisme, modal sosial), yang Nabi bangun begitu tiba di Madinah, dengan mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Perasaan senasib sepenanggungan itulah yang menjadi kekuatan Negara Madinah, untuk menghadapi musuh dari luar dan kelak membebaskan wilayah Makkah (futuh Makkah).

Dalam konteks Indonesia hari ini, tidak ada cara lain untuk membuat bangsa ini besar dan kuat, maju dan sejahtera untuk semua, kecuali menguatkan kembali nasionalisme kita, tidak hanya pada nama Indonesia, teritorial dan kebanggaan sejarahnya, tetapi terutama adalah nasionalisme ekonominya, pendidikan, hukum, kebudayaan dan karakter bangsanya.

Tidak ada bangsa yang kuat di dunia, tanpa kekuatan nasionalismenya. Lihat bagaimana Jepang, yang begitu kental nasionalismenya dalam semua aspek kehidupan bernegara, sehingga “ranah Jepang” begitu kuat dalam kebijakan ekonomi dan strategis lainnya. Lihat Korea Selatan, yang menjelma menjadi kekuatan dunia, karena kekuatan nasionalismenya. Lihat RRT, China, yang begitu perkasa nasionalisme mereka, sehingga menjadi negara yang pertumbuhannya super cepat di dunia, dan menyalip kecepatan Indonesia.

Oleh karena itu, spirit Hijrah tahun 2024 ini, sejatinya memaksa kita untuk memobilisasi kekuatan nasionalisme kita. Kita harus bertumbuh cepat bersama seluruh rakyat; bukan tumbuh timpang bersama oligarki. Kita bersama hijrah menjadi benar-benar bangsa Indonesia.

Keempat, kita hijrah dari pragmatisme-oportunisme ke idealisme-berintegritas. Hidup bersama dalam negara adalah idealisme publik yang sangat tinggi nilainya. Semua harapan rakyat berkumpul dalam negara, atau dengan kata lain negara dibentuk untuk mewujudkan harapan publik. Dalam bahasa Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjaga ketertiban dunia. Jadi idealismenya adalah kehendak seluruh rakyat.

Maka hidup bernegara haruslah mendahulukan kepentingan bersama itu, bukan pragmatisme individualis, bukan oportunisme egois. Menjadi Negarawan artinya memegang teguh idealisme bernegara itu untuk kepentingan seluruh warga. Siapapun, sejatinya adalah dan harusnya menjadi negarawan, sejauh ia hidup bersama dalam negara. Menjadi pejabat negara, artinya menjadi penjaga dan pelaksana idealisme negara, yaitu mewujudkan kehendak rakyat. Negarawan sejati adalah siapapun yang tetap loyal, komitmen dan berintegritas dalam menjaga, melaksanakan dan menegakkan idealisme negara.

Mengapa spirit hijrah yang keempat ini penting, adalah karena saat ini Indonesia benar-benar dalam titik nadir yang sangat rendah dalam menjaga moralitas bernegara. Nilai-nilai idealisme bernegara banyak yang sudah copot dari relnya. Banyak pejabat negara, yang tak lagi negarawan. Politisi, banyak yang pragmatis oportunis. Birokrasi, tak lagi kritis pada penyimpangan. Pelayanan kehendak publik menjadi transaksional, wani piro. Kebenaran banyak ditentukan oleh kepentingan materi dan kekuasaan.

Mari berhijrah dari semua pragmatisme oportunisme itu. Hijrah di masa Nabi SAW adalah memegang teguh nilai, komitmen pada kebenaran dan keadilan, menegakkan idealisme moral, dan melaksanakan kehendak Allah, yang mewujud dalam kehendak rakyat. Hijrah adalah keberanian dan konsisten hidup dalam idealisme dan kebenaran (bersambung..).

https://indonesiagemilang.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*