Gerakan Nasional Indonesia Gemilang

Haji: Menjalani Drama Semesta

Memasuki Tanah Haram adalah awal dimulainya ‘drama kolosal’ Haji. Suhu yang panas, rata-rata 46°C, di arena ini adalah tantangan besar bagi semua pelakon. Tapi itulah panggungnya, yaitu Makkah, Arofah, Muzdalifah dan Mina.

Di semua panggung itu, kecuali bagi yang uzur, para jamaah haji harus menjalani pertunjukannya sendiri, dan tidak bisa diwakilkan. Mereka harus masuk ke arena itu, merasakan, menjalani dan menjadi pelakon utama drama tersebut.

Haji adalah menjalani peran, sebagaimana yang dituliskan Allah dalam skenario drama haji. Artinya, kita tidak membaca atau mendengar kisahnya, tetapi kita harus menjalaninya. Anda harus ‘menjadi’ Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, Siti Hajar dan Nabi Muhammad SAW. Dan kita tidak acting (atau berpura-pura), melainkan menjalaninya dengan nyata dan sungguh-sungguh.

Pertama, begitu tiba di Tanah Haram Makkah, maka kita  akan memasuki Masjidil Haram, yang di dalamnya ada Ka’bah, sebuah bangunan kotak yang dibangunkan oleh Allah untuk Nabi Adam sebagai pusat peribadatan umat manusia hingga akhir zaman kelak.

Di sisi Ka’bah itulah, kita menjalankan peran sebagai Nabi Adam, yang bertawaf, berjalan mengelilingi Ka’bah. Rasakan bahwa sesungguhnya kita adalah makhluk Surga, yang saat ini harus turun ke bumi untuk menjalani misi hidup di dunia. Seperti Adam yang rindu suasana tawaf di Surga, maka engkaupun bertawaflah, memuji Nama Allah, ucapkan subhanallah, walhamdulillah, walaailaha illa Allah, Allahu Akbar, laa haula wala quwwata illa billah’, sambil berjalan mengelilingi Ka’bah.

Rasakan kita menyatu bersama ruh para Nabi dan Syuhada, bersama Malaikat dan bersama bulan yang mengelilingi bumi dan bumi yang mengelilingi matahari. Engkau masuk dalam gelombang spiritual Kehendak Allah. Lisanmu mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, tapi kakimu berjalan, pandanganmu sesekali menoleh ke Ka’bah dan hatimu mengingat Allah. Lepaskan perasaan rindumu pada Allah, sebut namaNya dan berdoalah sepenuh jiwamu. Hayati sepenuh jiwamu, dan jangan palingkan sedikitpun perhatianmu dari mengingat dan menyebut Nama Allah.

Dalam tawaf itu pula, rasakan lisanmu mengucapkan laailahaillah dengan keyakinan bahwa Tuhanmu adalah Allah, tujuan hidupmu adalah Allah, sandaran hidupmu Allah dan orientasi hidupmu adalah Allah. Padatkan kalimat tauhid laailahaillah di dalam jiwamu, agar teguh membentuk kepribadianmu.

Kedua, ingat…, di Ka’bah itulah kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ditambatkan. Keduanya meninggikan dasar Ka’bah itu sebagai wujud cintanya kepada Allah. Kepatuhan kepadaNya membuat Allah pun sangat mengasihinya (khalilullah). Di situ juga kita lihat maqam Ibrahim dan Hijir Ismail. Nyata semuanya. Maka di sisi Ka’bah itulah engkau yakinkan bahwa dirimu, anak-anak dan keluargamu pun mencintai Allah, seperti Ibrahim; bahwa tidak ada yang lebih engkau cintai daripadaNya. Engkau nyatakan itu sepenuhnya. Perlahan, rasakan kesabaran membasahi relung jiwamu, laksana Ismail yang sangat sabar dalam mematuhi Kehendak Allah.

Bertawaflah dengan penuh keyakinan. Ikhlas dan sabarkan dirimu andai kakimu terinjak, badanmu tersikut dan engkau terdorong ke sana sini. Itulah kehidupan, penuh ujian dan dinamika yang terus berguncang setiap waktu. Engkau ridha dan bersandar atas semua ketetapan Allah, tapi ikhtiarmu tetap melangkah dengan penuh perhitungan yang terbaik.

Teruslah tetap dalam gelombang tawaf; apabila batal wudhu, keluarlah dari pusaran tawaf itu, lalu ambil wudhu dan masuk kembali dalam gelombang itu sampai 7 putaran, hingga engkau menjadi pribadi yang teguh, mantab, jejak dan memiliki endurance yang tinggi.

Ketiga, setelah tawaf, bergeserlah ke arah bukit Shafa dan marwa dan berlarilah ke arah Marwa. Di tempat itulah dulu Aisyah berlari mencari air untuk Ismail yang kehausan dan memerlukan pertolongan. Maka kini, jadilah laksana Siti Hajar yang gagah, berlari 7 putaran dari Shafa Marwa, yang berikhtiar menolong sesamamu. Mungkin Anda letih, tapi itulah hidup yang harus terus dihadapi. Kunci untuk bisa survive dan berkualitas adalah ikhlas menerima kehendak Allah, dan terus berikhtiar lebih maksimal. Mohonlah kekuatan dan pertolongan dariNya agar ikhtiarmu diberhasilkan oleh Allah.

Saat sa’i, dengan mengucapkan Allahu Akbar berkali-kali, sambil bayangkan pengabdian dan kesibukan profesimu di tanah air. Berdoalah agar setiap jerih payahmu itu diterima Allah, dimudahkan dan diberhasilkan olehNya. Perkuat ghirahmu dan padatkan keyakinanmu pada Allah. Rasakan bahwa sa’i-mu perlahan membentuk pribadimu menjadi lebih sabar, lebih ikhlas dan lebih gigih dalam berjuang. Percayalah, Allah akan memberimu air zam-zam keberhasilan, pada waktu yang Allah tentukan, dan di situ minumlah air zam-zam itu menghadap arah Kiblat sambil berdoa.

Penutup

Itulah pentas pertama yang harus kita jalani. Yakinkan bahwa kini diri kita dalam gelombang spiritual Kehendak Allah. Terimalah fakta itu, dan lanjutkan prosesnya pada etape haji yang selanjutnya, yaitu bermalam tarwiyah di Mina, wuquf di Arofah, mabit di Muzdalifah, lontar Jumrah dan mabit di Mina, tawaf ifadhah dan tawaf wada di Makkah. Bersiaplah dengan bekal ketaatanmu padaNya dan jalani semua kehendakNya dengan sungguh-sungguh, sambil bayangkan bahwa inilah hajimu yang terakhir,  bahwa setelah ini tak ada lagi hajimu. Labbaik allahumma labbaik.

https://indonesiagemilang.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*