Gerakan Nasional Indonesia Gemilang

DEFISIT MORAL BERBANGSA DAN SOLUSINYA

Oleh Legisan Samtafsir (Ketum Gernas Indonesia Gemilang)

Pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden, hari ini 20 Oktober 2024, disikapi dengan gamang oleh banyak kalangan. Benarkah rezim ini nanti mampu membawa perubahan menuju Indonesia yang gemilang?

Karena masalahnya, abuse of power yang terjadi dalam 10 tahun terakhir ini, bukan lagi oleh oknum tapi telah massive dan sistemik; bukan lagi kasuistik pelanggaran hukum orang perorang, tapi merusaknya etika dan moral bangsa. Dengan mengutip Prof. Riyas Rasyid, gamblang Prof. Mahfud MD mengatakan, kerusakan ini sudah sangat parah dan kolektif; bukan lagi menyangkut person-person pejabat tertentu. Bahkan dengan mengutip Prof. Ikrar Nusa Bakti, ia menegaskan bahwa kerusakan itu tidak akan bisa diperbaiki dalam 5 periode pemerintahan.

Karena itu, rezim baru pemerintahan ini haruslah mengambil langkah-langkah mendasar dan simultan. Ibarat tubuh, ini tidak bisa hanya dengan mengobati luka yang sudah parah, tapi harus memperbaiki antibodi yang melemah dan rusak; memperbaiki agar masyarakat tidak menjadi partikel bebas yang saling menghancurkan.

Defisit Moral Bangsa

Kerusakan moral bangsa itu artinya rusaknya sistem nilai dan prinsip-prinsip kebaikan, yang memandu kehidupan masyarakat. Artinya, prinsip-prinsip yang merusak, justru dijadikan pegangan hidup dan dijalankan, bahkan secara kolektif. Semisal, tindakan menerima gratifikasi dianggap lumrah; suap menyuap dianggap rahasia umum (tahu sama tahu), berbohong boleh asal tidak ketahuan; korupsi boleh asal dibagi bersama. Melanggar asusila dimaklumi, pornografi dianggap tak bisa dibendung, perceraian dianggap kewajaran, dinasti politik dianggap keharusan untuk mempertahankan kekuasaan; glamour dan flexing dianggap kesukaan.

Tanda kehancuran moral suatu masyarakat adalah permissivitas atas tindakan-tindakan buruk. Dalam term agama, itu adalah ketika dosa dan maksiat dianggap indah, wajar, kebebasan dan menyenangkan. Masyarakat tidak lagi risih dengan dosa-dosa di depan matanya; itu dianggap tak bisa dicegah, dimaklumi, bahkan dirayakan bersama.

Kehancuran moral bangsa artinya kehancuran masyarakat. Hukum alamnya begitu. Apabila rezim baru ini nanti tak mampu memperbaiki kerusakan moral bangsa kita ini, artinya ikatan idealisme publik kita sebagai sebuah bangsa akan merenggang. Masyarakat akan terpencar menjadi nafsi-nafsi alias individualis dalam arti ego sentris. Kelompok yang kuat akan menekan yang lemah; yang kaya membeli yang miskin, yang menguasai akan terus semena-mena. Maka pihak yang lemah semakin marginal.

Hukum dan kekuasaan menjadi semakin tiran, arogansi penguasa semakin pongah dan rakyat miskin semakin menonton kemakmuran. Pada saat yang sama ruang publik (media) dipenuhi dengan framing, priming dan agenda setting penguasa (politik dan kapital). Para politisi pejabat negara sibuk mendominasi konten di ruang publik, sedangkan platform media sibuk melakukan transaksi.

Kehancuran moral bangsa artinya defisitnya modal sosial berbangsa. Dan itu artinya ancaman disintegrasi bangsa. Indonesia bubar artinya klimaks dari akibat rusaknya moral bangsa tersebut.

Prioritas Nation Character Building

Oleh karena itu, apa yang seharusnya diprioritaskan oleh rezim Prabowo adalah pembangunan karakter bangsa. Ini lebih prioritas dari pada melanjutkan IKN dan Kereta Cepat Cina dan proyek-proyek strategis lain yang justru dijalankan dengan mangabaikan nilai-nilai moral bangsa.

Bagaimana itu bisa dilakukan.? Pertama, adalah keteladanan Presiden. Presiden sebagai kepala negara harus menguatkan, menunjukkan komitmen dan kerjakerasnya untuk mewujudkan kehendak publik (idealisme publik) sebagai amanah atas nama negara. Presiden harus bersumpah menjadi negarawan sejati. Ia harus benar-benar merepresentasikan kehendak rakyat, berpihak dan membela rakyat, maju, hidup dan mati bersama untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

Berbagai statement Prabowo sebelumnya, telah mention hal itu. Tetapi tentu saja itu tidak cukup. Komitmen itu adanya setelah dikerjakan, bukan selesai ketika sudah diucapkan. Jadi yang ditunggu oleh rakyat adalah bukti, bukan janji; yang ditunggu adalah kenyataan bukan pernyataan.

Kedua, Presiden harus menunjuk Menteri, orang-orang yang mempunyai kredibilitas dan rekam jejak yang bermoral; orang-orang yang berkomitmen menegakkan moral berbangsa. Tidak masalah apakah berasal dari kalangan professional atau partai, karena yang terpenting adalah komitmen moralnya.

Para figur calon menteri itu harus bisa dibedah rekam jejaknya, intelektualnya, hartanya, komunitasnya, yang semuanya harus menunjukkan moral berbangsa yang ekselen. Ini artinya, parameternya adalah integritas dan kapabilatasnya, bukan utang budi sebagai pengusung atau pendukung Prabowo saat kampanye.

Ketiga, Presiden Prabowo harus memberikan resonansi moral berbangsanya kepada seluruh anggota parlemen, Kapolri, Panglima TNI, Pejabat Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Pengusaha, Partai Politik, Media, Ormas-ormas dan seluruh Opinion Leader di masyarakat, agar defisit moral berbangsa dimaksud dapat segera diatasi.

Dengan cara lain yang paralel adalah melakukan serangkaian kempen moral (moral campign) secara massive dan mendalam. Seluruh aparatur birokrasi pemerintahan Pusat/Daerah dan BUMN/BUMD harus terlebih dahulu mendapat perbaikan yang mendasar.

Penutup

Itulah Nation Character Building, sebagai prioritas pembangunan moral berbangsa, yang harus dilakukan oleh pemerintahan baru. Apabila ini berhasil, maka semua sektor yang dikerjakan oleh pemerintah akan menuai hasil. Sebesar dan seberat apapun beban negeri ini, akan dapat diatasi dengan sempurna, apabila partisipasi masyarakat luas berlangsung efektif. Untuk ini, kesempatan Prabowo-lah membuktikan kepemimpinannya, dan rakyat akan mendukung serta merasakan hasilnya. Fa’tabiru ya ulil albab.

https://indonesiagemilang.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*