Oleh-Oleh Haji Mabrur: Kebaikan yang Abadi

Ketum IG
Bulan haji adalah momen yang istimewa bagi umat Islam, termasuk masyarakat Indonesia. Haji, dengan segala spektakularitasnya, bukan hanya tentang ritual keagamaan, tetapi juga tentang makna mendalam yang menyertainya. Setiap tahun, lebih dari 200 ribu jamaah Indonesia menunaikan ibadah haji, meskipun biaya dan kesempatan untuk berhaji sangat langka dan penuh tantangan. Daftar tunggu yang bisa mencapai lebih dari 15 tahun adalah salah satu buktinya.
Namun, rahasia keterpilihan untuk menunaikan haji adalah milik Allah semata. Banyak orang mampu membayar, namun antrian panjang dan berbagai halangan bisa membuat seseorang harus menunggu bertahun-tahun. Bahkan setelah mendapat giliran, tidak ada jaminan bahwa seseorang pasti berangkat. Pertanyaan mendasar bagi mereka yang terpilih adalah mengapa mereka yang dipilih? Apa kriterianya? Apakah karena mereka lebih sholeh atau lebih berdosa dari yang lain? Jawabannya sering kali terletak pada rahasia Allah yang Maha Mengetahui.
Dipanggil, Terpanggil atau Terpilih?
Allah memanggil dan mewajibkan setiap hamba-Nya yang mampu untuk menunaikan haji. Pernyataan “saya belum dipanggil” tidaklah relevan karena panggilan itu sudah ada. Ukuran mampu atau tidak bersifat relatif dan sangat bergantung pada prioritas pengeluaran masing-masing individu. Mereka yang sudah berniat dan berusaha keras untuk berangkat adalah mereka yang benar-benar terpanggil. Usaha maksimal dan niat yang kuat menandakan bahwa seseorang telah memasuki gelombang spiritual panggilan haji.
Setelah niat dan ikhtiar maksimal dilakukan, yang tersisa adalah menunggu keterpilihan dari Allah. Ini adalah hak prerogatif Allah untuk menentukan siapa yang akan berangkat dan siapa yang harus menunggu. Pertanyaan bagi mereka yang terpilih adalah alasan di balik keterpilihan mereka. Jawaban atas pertanyaan ini harus disertai dengan kerendahan hati di hadapan Allah, menyadari bahwa keterpilihan ini bukan karena keistimewaan pribadi, melainkan ada rahasia besar yang Allah simpan.
Oleh-Oleh Haji Mabrur
Memahami rahasia Allah mungkin bisa mendekati kasih sayang-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya yang menunaikan haji. Namun, ini tentu bukan tanpa syarat. Syarat utama yang harus dipenuhi adalah outcome atau hasil dari haji itu sendiri, yaitu haji yang mabrur. Haji mabrur tidak hanya tentang memenuhi syarat, rukun, dan wajib haji, tetapi juga tentang kebaikan-kebaikan yang diciptakan setelah haji. Kasih sayang Allah akan diberikan jika outcome haji terpenuhi oleh seorang hamba.
Calon jamaah haji yang terpilih adalah mereka yang potensial mendapatkan kasih sayang Allah. Namun, ini baru akan diraih jika mereka menunaikan hajinya dengan selengkap dan semaksimal mungkin. Seluruh etape perjalanan haji sebenarnya adalah pemadatan energi kebaikan dari Allah, yang akan diwujudkan setelah pulang haji. Perjalanan haji adalah upaya menjemput sebanyak-banyaknya kebaikan dan kasih sayang dari Allah untuk dilimpahkan kepada kehidupan setelah haji.
Kebaikan yang Abadi
Berhaji bukan hanya sekadar menunaikan ibadah ritual, tetapi juga tentang membawa pulang kebaikan yang abadi. Kita berhaji agar kelak menjadi orang yang kaya dan berlimpah kebaikan, tidak pernah miskin dalam berbagi. Itulah makna mabrur yang kita capai hingga akhir hayat kita. Menjadi haji mabrur adalah tentang transformasi diri menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain.
Dengan demikian, haji yang mabrur adalah oleh-oleh yang tak ternilai harganya. Kebaikan yang dihasilkan dari haji adalah bentuk kasih sayang Allah yang harus terus dipupuk dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a’lam bisshawwab.