Gerakan Nasional Indonesia Gemilang

Berkah dan Tantangan: Melihat Kekayaan Alam Indonesia melalui Mata Dr. Legisan

Berkah dan Tantangan: Melihat Kekayaan Alam Indonesia melalui Mata Dr. Legisan

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kepulauan ini tersebar di seluruh kepala dan ujung, menawarkan beragam sumber daya alam yang berlimpah, mulai dari kehutanan, pertanian, hingga tambang mineral. Namun, di balik kekayaan alamnya yang luar biasa, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi yang seringkali terasa lambat.

Untuk memahami paradoks ini dan mengejar solusi, mari kita melihat Indonesia melalui lensa seorang peneliti ulung, Dr. Legisan S. Samtafsir, yang telah mengeksplorasi isu ini dalam bukunya yang berjudul “Politik Pembangunan Dunia Muslim: Studi Perbandingan Politik Asosiatif Indonesia dan Turki Era Pasca Perang Dingin.”

Dalam bukunya, Dr. Legisan menggambarkan paradigma politik ekonomi yang telah dianut oleh Indonesia selama bertahun-tahun, yang ia sebut sebagai paradigma “asosiatif ekstraktif.” Paradigma ini menggambarkan pendekatan yang lebih mendekati kekuatan ekonomi global, seringkali tanpa memperhatikan kepentingan domestik. Akibatnya, surplus ekonomi Indonesia cenderung mengalir keluar negeri melalui pintu-pintu seperti perdagangan luar negeri, investasi asing, dan hutang luar negeri yang belum diatur dengan baik. Dampaknya adalah pasar dalam negeri yang terbuka dan produk dalam negeri yang kesulitan bersaing.

“Indonesia itu lamban dalam pembangunan karena surplus ekonominya mengalir keluar negeri,” ujar Dr. Legisan dalam sebuah diskusi yang digelar oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul. Dia mengingatkan bahwa ini terjadi karena pintu-pintu seperti perdagangan luar negeri, investasi asing, dan hutang luar negeri yang belum diatur dengan baik.

Namun, Dr. Legisan tidak hanya memberikan kritik. Dia juga mengusulkan solusi yang konstruktif. Dr. Legisan menganjurkan bahwa Indonesia harus mengubah paradigma pembangunan ekonominya menjadi “disosiatif inklusif.” Dalam arti, Indonesia harus tetap terbuka terhadap kekuatan ekonomi global, tetapi juga memberikan perlindungan yang lebih besar bagi pelaku usaha lokal dan masyarakat.

Salah satu langkah penting adalah meningkatkan industrialisasi dalam negeri, terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Selain itu, Indonesia harus menghentikan deindustrialisasi yang terjadi dalam satu dekade terakhir. Lebih jauh, perlu memperkuat pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka dapat memanfaatkan kekayaan alam negara ini demi kesejahteraan mereka sendiri.

Buku ini juga membandingkan paradigma politik ekonomi Indonesia dengan Turki, yang, menurut penulis, telah berhasil dalam pembangunan karena menerapkan paradigma “disosiatif inklusif.” Turki berhasil menjaga surplus ekonominya di dalam negeri, melindungi pasar domestiknya dari dominasi kekuatan ekonomi global, dan berhasil dalam diversifikasi ekonominya.

Pentingnya buku ini tercermin dalam pengakuan dari Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Profesor Erman Anom. Profesor Anom mengatakan bahwa diskusi tentang buku ini merupakan salah satu bentuk kegiatan akademik yang penting untuk meningkatkan kualitas dosen dan pemahaman isu ekonomi Indonesia.

Acara bedah buku ini juga mendapat respon positif dari peserta, yang mengapresiasi karya ilmiah Dr. Legisan yang memberikan pencerahan tentang politik pembangunan di dunia Muslim. Lebih penting lagi, mereka mendukung ide Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul yang mendorong dosen-dosen untuk menulis buku berdasarkan kajian akademis.

Mengamati kekayaan alam Indonesia melalui lensa Dr. Legisan memberikan pandangan yang mendalam tentang tantangan dan potensi yang dimiliki negara ini. Ini adalah langkah awal yang penting untuk merangsang perubahan positif dan memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia benar-benar menguntungkan bagi seluruh rakyatnya.

https://indonesiagemilang.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*